PT Weda Bay Nickel (“PT WBN”) telah merevisi targetnya untuk nikel karena kondisi pasar yang tertekan untuk baja karbon di China dan penerbitan izin penjualan bijih nikel tahun 2024 oleh pemerintah Indonesia yang tidak sesuai dengan harapan.
PT WBN sebelumnya telah mengajukan permohonan untuk meningkatkan produksi tambang selama periode 2024 hingga 2026 yang memungkinkan perusahaan patungan untuk menargetkan produksi bijih nikel sebesar 44 Mwmt pada tahun 2024 dengan pertumbuhan progresif hingga lebih dari 60 Mwmt dalam jangka menengah.
Menyusul dikeluarkannya keputusan AMDAL1 pada bulan Juli, yang memberikan persetujuan atas ekspansi ini oleh Kementerian Lingkungan Hidup, dan selanjutnya diterbitkannya Studi Kelayakan pada bulan Agustus, kegiatan selanjutnya difokuskan pada finalisasi izin operasi (RKAB) yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Pertambangan.
Dalam konteks transisi pemerintah Indonesia saat ini dan penundaan yang sedang berlangsung dalam mengeluarkan izin, dan bertentangan dengan harapan Eramet (salah satu pemegang saham bersama dengan Tsingshan dan PT ANTAM), serta pengalaman sebelumnya, Kementerian Pertambangan menerbitkan RKAB yang telah direvisi kepada PT WBN yang membatasi penjualan bijih nikel tahunan untuk tahun 2024 dan dua tahun ke depan sebesar 32 Mwmt (termasuk 3 Mwmt untuk internal pabrik NPI PT WBN). Penjualan yang disetujui di bawah RKAB ini jauh di bawah permohonan izin yang telah direvisi untuk tahun 2024, seperti yang diajukan oleh PT WBN sesuai dengan rencana penambangan yang baru disahkan.
Oleh karena itu, untuk tahun 2024, target volume bijih nikel yang dapat dipasarkan secara eksternal di PT WBN direvisi menjadi 29 Mwmt, termasuk dua pertiga dalam bijih saprolit bermutu tinggi dan sepertiga dalam bijih limonit (dibandingkan dengan 40 hingga 42 Mwmt sebelumnya).
Namun demikian, dampaknya terhadap kinerja keuangan PT WBN pada tahun 2024 diperkirakan sebagian besar akan diimbangi oleh peningkatan yang signifikan pada harga bijih yang diakibatkan oleh pembatasan pasokan domestik.
Premi yang signifikan dibandingkan dengan harga dasar bijih nikel yang dijual secara lokal (HPM) akan menguntungkan penjualan PT WBN di H2.
Eramet memperhatikan pembatasan volume ini dan, bersama dengan mitranya Tsingshan, akan mengajukan permohonan revisi izin operasi (RKAB) untuk tahun 2025 dan 2026, sejalan dengan otorisasi rencana lingkungan dan pertambangan, agar PT WBN dapat secara bertahap meningkatkan produksinya dan meningkatkan kontribusi ekonomi dan sosialnya kepada Indonesia dan provinsi Maluku Utara.